20100912

Nuansa masih hijau, sehijau janur bernama ketupat..

Kemarin saya mendahului sang raja hari, benar saja, mata terjaga, berdiskusi tentang renjana. Saya dan jelaga saling bepadu tak tahu waktu. Inspirasi melaju, berbanding lurus dengan tubuh yang membatu. Di persegi ini saya memulai kisah.

Sungkeman, menurut saya definisinya obyektif, dan hari itu definisi sungkeman adalah hal paling membosankan. Sepulang dari begadang, saya membesarkan kepala, berniat dengan sangat untuk memecahkan rekor hidup saya 2 hari tanpa tidur. Ritual mandi agak beda, saya bernostalgia dengan air hangat dan ember berdiameter semeter. 15 menit kemudian saya telah sudah sangat rapi, dan siap meniti karir sungkeman. Berikutnya dengan 2 mobil dan 18 ekor keluarga saya di dalamnya, sungkeman ke mbah-mbah yang saya pun tak tahu namanya dimulai. Satu rumah, dua rumah, tiga rumah berhasil dilalui tanpa halangan, hingga sampai rumah keempat. Mobil menyusuri pematang sawah. Di kiri dan di kanan terlihat pohon-pohon kelapa yang seolah berjalan mundur. Tiba di suatu rumah yang masih muda, teras berkeramik putih, dan daun kelapa masih melambai di depannya. Saya mulai masuk rumah tanpa nama itu, menduhuli tetua-tetua di samping saya. Bersalamanlah saya dengan yang empunya rumah, "minal aidzin wal faidzin mbah", serambi ibu saya memperkenalkan saya dengan riang gembira. Setelah semua masuk, paradoks, saya keluar. Udara sejuk terhampar luas di luar. Saya mulai menghirupnya sehela demi sehela. Tak terasa, seolah waktu terhenti, tak terasa saya tertidur di teras rumah tak dikenal itu. Setelah melalui introgasi ketat, saya dapatkan ternyata saya sudah tertidur 20 menit. Bagaikan bangkai, saya dikelilingi oleh makhluk-makhluk asing (ibu, bapak, pakdhe, om, sepupu, tetangga, anjing tetangga, dan masih banyak lainnya). Saya terbangun, dan dengan nyawa yang tinggal setetes saya berjalan gontai tanpa sekalipun bernada. Di mobil saya lanjutkan tidur ala bangkai saya.

Hujan turun, dari jendela mobil saya bagai melihat akuarium besar dengan ikan-ikan besi yang berenang kesana kemari. Sebelum pulang, keluarga besar yang benar-benar besar ini menyempatkan mencicipi bakso Pak Tikno. Sedikit melegakan dan banyak menyusahkan. Saya berlari-lari bagai bocah penjual payung yang payungnya tak laku-laku. Setelah kenyang, pulang, dan sampai rumah, teman saya (Kabul bin Dodik) datang dengan muka tanpa dosa. Saya maklum, mungkin dia mengira muka saya memang sengaja lusuh mengikuti mode. Tapi kenyataannya SAYA SANGAT MENGANTUK. Setelah 30 menit penyiksaan, akhirnya dia pulang. Kemudian kasur, bantal, dan guling menyerang bertubi-tubi. Tak kuasa saya kalah (tertidur pulas). Hingga hari beranjak malam saya mulai meniti karir lagi, kali ini sebagai hewan malam.

Konklusi: Sungkeman dapat menyebabkan kantuk. Baca aturan pakai, bila kantuk berlanjut hubungi pedagang kasur.