20100111

HUJAN

Orang salah mengira ketika otaknya bekerja dan berpikir bahwa saat hujan, kita hanya menjadi makhluk lumpuh tanpa daya. Ingat, selalu ada pelangi ketika hujan reda, dan saat menunggunya menjadi waktu yang paling mendebarkan, lebih hebat dari sekedar menanti benda besi beroda yang tak ada bosan berputar-putar di seputar kota. Pelangi mencul bagai perawan yang masih malu-malu, muda dan anggun, dan perlahan semburatnya menyeringai ketika senja datang -seperti sekarang-. Angin sepoi berhembus dari barat, menggerakan pohon oak dan bakung, mereka menari, fasih bagai tak ada waktu. Saya berdiri tepat di pelataran, hampir bersebelahan dengan bunga anggrek yang terlentang, bergantung pada kokohnya mangga. Simponi rintik air hujan mengalahkan fur elise. Saya beranjak ke dalam, menata jemari kemudian melantun. Sekarang fur elise menderu bersama gerimis, piano klasik bersahabat dengan melodi alam, seolah nada-nada menerjang dan bermain asyik seperti kanak-kanak. Ketika jemari tak bisa menahan laju hasrat, dari pucuk celah jendela, di seberang yang seharusnya jauh, terlihat samara-samar wajah halus. Melodi semakin menerjang tak terhalang. Wajah itu perlahan menipis dan menghilang. Payung marun yang terbawa seolah merona jingga tak pudar-pudar. Love at the first sight maybe…